
Kalammedia.net – INILAH kisah Noe Letto kembali ke Islam setelah sempat atheis. Ia lahir pada 10 Juni 1979 dengan nama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh.
Dia dikenal dengan nama panggilan Noe Letto. Ia adalah vokalis sekaligus keyboardis utama band Letto asal Yogyakarta.
Kiprahnya dalam dunia musik dimulai dengan penuh semangat sejak usia dini, terinspirasi dari berbagai genre musik dan seni pertunjukan. Noe tidak hanya mahir di dunia musik, tapi juga memasuki arena perfilman Indonesia dengan sukses.
Sebagai seorang produser, dia telah mengukir namanya di industri film Tanah Air melalui karyanya yang memukau. Keterampilannya dalam menyajikan cerita melalui layar lebar telah memenangkan penghargaan serta mendapat apresiasi luas dari penonton dan kritikus.
Noe Letto ternyata pernah melalui fase atheis yang disadari. Diketahui bahwa ia adalah seorang anak ulama kondang Emha Ainun Najib atau akrab disapa Cak Nun.
Dalam pencarian makna hidup, dia sempat menolak keberadaan Tuhan, coba memahami dunia melalui kacamata keberagaman ilmu pengetahuan. Namun, takdir membawanya ke masjid, tempat yang menandai titik balik dalam kehidupannya.
Di masa sulitnya di Kanada, Noe merasakan panggilan menuju kebenaran. Saat berada di masjid, dia menemui seorang syekh yang secara tulus menjawab pertanyaannya tentang setan.
Jawaban itu tidak hanya memberinya jawaban rasional, tetapi juga menyentuh hatinya. Dia merasa mendapat pencerahan yang mengubah pandangannya terhadap kehidupan dan keyakinan.
“Waktu itu saya tanya, benar enggak Tuhan Maha Adil? Benar enggak setan pasti masuk neraka? Benar enggak setan berkembang biak? Benar enggak ada kiamat?” tanya Noe Letto seperti dikutip dari kanal YouTube Cahaya untuk Indonesia.
“Seandainya setan berkembang biaknya membelah diri gimana? Jadi makhluk yang baru pun melakukan dosa seperti makhluk sebelumnya. Wah ketampar saya di situ, berati kemampuan saya memahami agama bukan dari limitasi agama. Tetapi limitasi pemahaman dan data yang saya miliki,” imbuhnya.
Setelah momen yang mengubah kehidupannya itu, Noe memutuskan kembali pada agama Islam. Meskipun sudah menjadi Muslim, keraguan tentang hadits tetap menggelayuti pikirannya.
Dalam pencariannya akan kebenaran, ia memilih meletakkan Alquran di posisi tertinggi dalam keyakinannya. Alquran bagi Noe adalah sumber langsung dari ajaran Islam yang menjadi panduan utamanya, menggugah hati dan jiwa dengan kebijaksanaan serta cahaya kebenaran.
“Dalam sistem agama saya harus masuk pada aksioma, jadi dalam agama yang paling saya percaya sampai saat ini yang tinggi posisinya, yang saya percaya cuma Alquran, titik. Hadits itu masih ragu kadang-kadang,” ungkapnya.
Lalu ia menjelaskannya lagi apa yang dipahaminya. Menurut dia, hadirs bisa memiliki kemungkinan adanya distorsi sehingga ada kemungkinan tidak akurat.
“Karena periwayatannya, karena ini mohon maaf ya saya lebih percaya pihak Madinah daripada hadits, ini logika adalah pihak Madina adalah kanjeng Nabi pegang langsung, jadi saya bisa melihat banyak keputusan yang dilakukan Nabi langsung di situ. Tapi ketika hadits itu sudah 100 atau 150 tahun dikumpulkan, itu ada kemungkinan distorsi. Saya enggak ngomong itu salah, tapi ada probability tidak akurat,” ujarnya.
“Tapi kalau ngomong Alquran dan pihak Madinah, Alquran pasti lebih tinggi, probabilty akurasinya sangat tinggi, saya hanya perlu percaya 100 persen pada Alquran, yang perlu saya ragukan adalah pemahaman saya terhadap Alquran,” sambungnya.
Wallahu a’lam bisshawab.
Sumber : muslim.okezone.com (han)